Tradisi ‘Bau Nyale’, Daya Tarik Wisata Pantai Lombok

Bau Nyale, tradisi tahunan suku Sasak ini ditangkap pemerintah sebagai salah satu daya tarik pariwisata pantai Lombok. Bau Nyale ini lantas dijadikan festival tahunan, sekitar bulan Februari, sesuai dengan kesepakatan pemerintah serta tokoh adat. Biasanya festival ini diadakan di pantai Selong Belanak, pantai Tanjung Aan, serta pantai Seger. Seiring dengan perkembangan pariwisata, pemerintah Kabupaten Lombok Tengah membungkus tradisi suku Sasak dengan serangkaian acara untuk menarik wisatawan.

Bau Nyale berawal dari cerita rakyat suku Sasak (suku asli Lombok). Menurut www.wisatalah.com,  Festival Bau Nyale merupakan tradisi kuno yang terkait erat dengan sejarah legenda Putri Mandalika. Menurut legenda setempat, Putri Mandalika adalah seorang keturunan dari Kerajaan Tunjung Beru. Ayahnya, Raja Seg pernah mengadakan sebuah sayembara bagi pemuda untuk memperjuangkan putrinya. Sang pemenang dari sayembara tersebut akan diperbolehkan menikah dengan Putri Mandalika. Namun, Putri Mandalika menolak sayembara tersebut karena sempat terjadi pertumpahan darah antara berbagai kerajaan hanya karena memperebutkan dirinya. Akhirnya, Mandalika merelakan dirinya untuk terjun ke laut. Saat sebelum terjun ke laut, Mandalika berpesan kepada masyarakat Lombok untuk melanjutkan hidup dengan damai. Selain itu, Mandalika berjanji akan kembali ke Lombok pada hari ke 20 bulan ke 10 di Kalender Sasak. Pada hari yang ditunggu-tunggu tersebut, seluruh laut di Lombok bersinar-sinar karena adanya cacing Nyale. Sejak saat itu, masyarakat percaya bahwa cacing tersebut adalah reinkarnasi dari Puri Mandalika. ‘Bau’ artinya mengangkap, sedang ‘Nyale’ artinya adalah sejenis cacing.

[caption id="attachment_2346" align="aligncenter" width="2272"] Festval Bau nyale yang diikuti dengan antusias oleh masyarakat Lombok maupun wisatawan. (foto: mutiara-travel.com)[/caption]

Masyarakat suku Sasak sangat percaya bahwa Nyale bisa memberikan kemakmuran bagi hidup mereka, terutama dari segi pertanian, demikian menurut yukpiknik.com. Nyale hasil tangkapan di pantai biasanya akan disebarkan di sawah-sawah agar tamanan tumbuh lebih subur. Selain itu, Nyale juga merupakan makanan yang cukup digemari oleh masyarakat suku Sasak. Nyale biasanya juga diolah menjadi lauk pauk seperti pepes dan peyek. Ada juga yang memanfaatkan Nyale sebagai obat kuat.

Dalam tradisi ini pula, segerombolan orang berduyun-duyun ke laut untuk menangkap cacing laut. Sampai kini masyarakat Pulau Lombok percaya bahwa ketika seseorang mampu menangkap cacing ini, keberuntungan akan datang di kehidupan mereka. Jika seorang perempuan berhasil menangkap, kecantikannya dapat seindah Putri Mandalika. Sedangkan untuk pria, dirinya akan diberkati dengan rasa semangat tanpa henti selama hidupnya.

[caption id="attachment_2347" align="aligncenter" width="1600"] Salah satu kegiatan dalam memeriahkan Festival Bau Nyale. (foto: era-wisata.blogspot.co.id)[/caption]

Tidak hanya menangkap, seseorang harus memakan cacing Nyale tersebut agar keinginannya tercapai. Cacing ini dapat dimakan hidup-hidup atau pun di masak terlebih dahulu. Pada umumnya setelah menangkap cacing Nyale, seseorang akan melakukan ritual pribadi di rumah mereka.

Secara ilmiah, Nyale juga disebut sebagai Eunice Fucata. Penelitian ilmiah memang menunjukkan bahwa cacing ini memiliki kandungan protein hewani yang cukup tinggi. Maka wajar jika masyarakat suku Sasak gemar mengkonsumsi cacing ini.

 

Comments

Popular Posts