5 Hari 4 Malam di Perairan Nusa Tenggara (Bagian Keempat)
Lanjutan bagian ketiga
Tak ada kata puas berenang di pesisir pantai Pulau Kelor. Pulau kecil yang indah dan bisa direnangi hanya satu kali putaran. Namun, pemandu kami sudah meminta semua peserta untuk kembali ke kapal dan melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo.
Kota Labuan Bajo tampak terlihat kecil dan jauh di sebelah barat Pulau Kelor. Jam menunjukkan pukul empat sore. Kami mengeringkan diri di anjungan sambil menikmati pemandangan. Kemudian kami diingatkan untuk segera merapikan barang karena perjalanan kami akan berakhir di Labuan Bajo. Kapal akan sandar satu malam di Pelabuhan Labuan Bajo. Dan besok siang akan kembali menuju Lombok dengan membawa penumpang yang berbeda. Jika berkenan, kami diijinkan untuk tidur di kapal malam ini. Namun saya dan teman-teman memutuskan untuk mencari hotel di dalam kota dan ingin menikmati wisata malam Kota Labuan Bajo.
[caption id="attachment_1157" align="aligncenter" width="960"] pemandangan Labuan Bajo dari dalam kapal, foto: traveltoday[/caption]
Setengah jam kemudian kapal kami melepas jangkar di pelabuhan. Pelabuhan ini tampak ramai. Banyak kapal turis dan kapal barang yang bersandar. Tampak satu kapal Pelni yang mengangkut penumpang antarpulau yang besar bersandar di bagian ujung kanan kami. Sebelum turun saya mengabadikan dermaga dan Kota Labuan Bajo. Tampak kota kecil yang indah di pesisir pantai yang seakan bersandar ke bukit di belakangnya. Rumah-rumah terlihat bertingkat. Makin ke belakang makin meninggi mengikuti bentuk bukit. Saya tak sabar untuk menjelajahinya.
Para penumpang turun satu per satu. Kami saling bersalaman dan berpelukan, mengucapkan salam perpisahan. Kami mengabadikan momen dengan berfoto bersama. Kemudian saling bertukar nomor handphone dan akun facebook agar tetap bisa berhubungan. Betapa perpisahan ini terasa berat. Namun masih ada satu malam lagi. Kami berjanji untuk bertemu dan menghabiskan malam ini di sebuah kafe yang sangat terkenal di sini, yaitu Paradise Cafe.
[caption id="attachment_1153" align="aligncenter" width="960"] Zahrudin Haris (tengah bawah) dan turis lainnya sedang ber-foto di Labuan Bajo, foto: traveltoday[/caption]
Saya dan teman-teman dari Jakarta sekarang telah menjadi satu grup. Awalnya bertiga, kini menjadi empat orang. Ditambah dua orang teman wanita peserta tur asal Amerika dan satu orang lagi wanita cantik yang traveling sendirian asal Perancis. Kami menyeberang jalan dan memilih jalur ke kanan dari dermaga dipandu oleh Bli Anto. Pemandu yang sudah menjadi sahabat akrab perjalanan kami.
Jalanan lumayan padat. Motor, angkot, dan kendaraan pribadi berseliweran di jalan raya yang tidak tampak rapi. Tidak ada trotoar buat pejalan kaki. Jadi kami harus lebih berhati-hati. Ternyata tidaklah mudah mencari hotel di kota kecil ini. Setelah berjalan cukup jauh, keluar masuk beberapa hotel dan ternyata semua hotel penuh. Karena masing-masing hotel hanya ada satu dan dua kamar, akhirnya teman asal Perancis mengambil satu kamar untuknya yang tersisa. Kemudian dua teman asal Amerika di hotel yang berbeda. Dan setelah berputar-putar mencari, kami mendapatkan dua kamar tersisa di Hotel Matahari.
Hotel kecil ini bertingkat tiga. Tampak tua namun masih terawat. Di lantai paling atas terdapat kafe Matahari dengan pemandangan laut dan dermaga Labuan Bajo. Setelah meletakkan barang. Saya dan teman-teman bersantai di kafe itu. Pesan teh dan kopi, mie rebus, dan duduk bersandar merebahkan diri sambil menikmati pemandangan yang sangat indah. Saya jadi teringat foto-foto seperti ini yang sering saya lihat di majalah travel yaitu Monaco. Hanya saja ini versi Labuan Bajo. Bedanya, di Monaco dipenuhi dengan gedung-gedung yang indah namun di sini pemandangan lautnya lebih memukau.
Sunset di Labuan Bajo adalah Juaranya
Saya sangat menyukai sunset. Melihat matahari yang perlahan turun di batas cakrawala dengan warna jingga itu sangat menyenangkan buat saya. Saya sudah mendatangi banyak tempat sekadar untuk menikmati terbenamnya matahari.
Saya sudah berkeliling ke banyak pantai demi sunset. Di Bali saya singgahi pantai-pantai seperti Tanah Lot, Kuta, Seminyak, Dream Land, Pandawa, Blue Point. Senggi dan Tiga Gili di Lombok. Pantai Tanjung Kelayang dan Pantai Tanjung Tinggi di Belitung. Juga sejumlah pantai di Pulau Jawa seperti Pantai Merah, Banyuwangi dan Krakal di Jogja.
[caption id="attachment_1154" align="aligncenter" width="960"] pemandangan sunset di Labuan Bajo, foto: traveltoday[/caption]
Dalam perjalanan saya menjelah Asia, saya menikmati pemandangan sunset yang indah di beberapa negara. Seperti Pantai Phuket, Phi Phi Island, dan Pattaya di Thailand. Pantai di Singapura, Malaysia dan Jepang. Juga pantai-pantai asli dan buatan di Dubai dan Abu Dhabi.
Pernah pula dalam perjalanan ke Australia saya menyempatkan diri bersantai dan menikmati sunset di kafe sepanjang Opera House Sidney, juga Pantai Cogee, dan Bondi. Dan yang paling jauh yang pernah saya sambangi adalah Pantai Copacabana dan Ipanema di Rio de Janeiro, Brazil.
Pemandangan sunset di tempat-tempat yang saya sebutkan tadi indah. Mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun sunset di Labuan Bajo sore ini menurut saya adalah juaranya. Keindahannya membuat saya sulit mengungkapkan dengan kata-kata.
Matahari berpendar memecah langit masuk ke awan-awan tipis layaknya kapas yang diberi cahaya. Warna merah, kuning, jingga dan violet berpadu dengan indah. Tidak hanya mewarnai langit tapi juga memancar dari kedalaman laut di ujung sana. Fantastis.
Pemandangan ini sungguh membuat kami terpana. Pandangan mata kami seakan tersihir untuk terus melihatnya. Dan bibir kami tanpa sadar terus mengucap betapa keindahan ini tak terperi. Saya memuji keagungan Illahi yang meciptakan semua ini.
Teman-teman saya tidak berhenti mengambil foto dan merekam peristiwa ini. Begitupun saya. Sebelum keindahan ini berlalu, saya segera mengambil beberapa foto juga merekamnya dengan ponsel yang saya miliki. Agar momen ini bisa saya nikmati berkali-kali.
Segarnya Ikan Bakar di Pasar Malam Pantai Labuan Bajo
Senja telah menghilang di ufuk cakrawala. Keindahan itu telah pergi berganti dengan cahaya lampu kota yang kini menghias malam. Kami kembali ke kamar untuk membersihkan diri. Bersiap makan malam bersama teman-teman peserta tur lainnya.
Kami menyusuri tepian jalan raya menuju Pasar Malam Labuan bajo yang sangat terkenal. Jarak antara hotel dan pasar malam ini sekitar lima ratus meter. Pasar malam memanjang di tepi pantai tidak jauh dari dermaga tempat kami turun tadi sore. Tenda-tenda penjual makanan memanjang hampir seratus meter. Kami berjalan dari awal ke ujung dulu untuk melihat, memilih tempat dan makanan yang kami suka. Di depan setiap warung tampak tersaji ikan-ikan segar berbagai jenis dan pilihan warna yang sangat menggugah selera.
[caption id="attachment_1155" align="aligncenter" width="960"] pilihan beragam ikan segar di Labuan Bajo, foto: traveltoday[/caption]
Kami memilih satu warung yang tidak terlalu ramai. Kemudian memilih beberapa ikan segar untuk dibakar dan disajikan dengan berbagai jenis sayuran, sambal, dan lalapan. Tak berapa lama, teman Amerika dan Perancis bergabung bersama kami. Mereka memesan menu yang sama. Teman-teman turis asing ini sangat mengagumi beragam ikan yang ada di depan warung. Sambil banyak bertanya, mereka mengambil beberapa foto dengan tatapan sangat senang dan bahagia. Betapa negeri kita ini sangat kaya.
Ikan bakar tersaji di depan mata. Setelah beberapa hari memakan sajian di kapal yang menunya tidak banyak berubah, tentu saja makanan ini menggiurkan. Ikan segar yang tadi sore masih berada di laut berpadu dengan sayuran hijau yang tadi pagi masih di ladang, serta sambal terasi yang memerah menantang mata kini terhidang di meja.... Ahhhh.... Sungguh nikmat rasanya.
Berkali-kali teman-teman mengucapkan pujian atas nikmatnya menu malam ini. Termasuk teman-teman turis asing yang ikut-ikutan mencocolkan ikan di atas sambal yang tersedia. Walaupun sedikit kepedasan namun mereka terus menyantapnya dan berulang kali memuji nikmatnya ikan dan sayuran yang tersaji malam ini.
Kami menghabiskan makanan dengan cepat. Kemudian bersantai sejenak. Melegakan perut yang terasa penuh agar bisa melanjutkan wisata malam ini.
Bergoyang di Paradise Cafe
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Kami membayar makanan yang terasa murah jika dibandingkan dengan makan di Jakarta. Kemudian kami berjalan kaki menuju kafe Paradise.
Kafe ini terletak agak keluar dari kota Labuan Bajo. Jaraknya dari pasar malam sebenarnya tidaklah terlalu jauh. Lebih kurang 500 sampai 700 meter. Namun karena terletak agak sedikit di atas bukit dan jalanan menuju ke sana menanjak membuat kami agak lelah. Namun kami dengan santai menjalaninya kendati tak ada lampu penerangan jalan. Tidak sampai lima belas menit kami tiba di lokasi. Setelah masing-masing membayar sebesar lima puluh ribu rupiah, kami mendapatkan satu botol minuman.
[caption id="attachment_1156" align="aligncenter" width="960"] Zahrudin Haris (kiri) dan turis lainnya sedang menikmati musik di Paradise cafe & bar, foto: traveltoday[/caption]
Begitu tiba di dalam, semua teman peserta tur sudah berkumpul. Tempat ini cukup besar untuk ukuran Labuan Bajo. Pengunjung yang datang sudah lumayan ramai. Terdapat satu panggung yang diisi oleh penampilan band reggae yang membuat kami ingin bergoyang. Di bagian belakang tampak terbuka dengan pemandangan langsung ke lautan Taman Nasional Komodo.
Kami memesan minum dan bersulang. Awalnya kami hanya duduk saling bercerita menyaksikan band yang tampil dengan lagu-lagu reggae yang sangat terkenal. Kemudian satu demi satu mulai turun ke lantai disko, bergoyang mengikuti irama lagu. Dan akhirnya semua turun berjoget.
Lampu berkelap-kelip di dalam kafe. Suara vokalis yang merdu berbaur dengan irama musik yang asyik menemani goyangan kami. Kami berjoget berpasang-pasangan, kemudian menyatu, terus bergabung dengan pengunjung-pengunjung lainnya. Saling berkenalan dan bertukar minuman. Semua menyatu dalam tawa dan canda serta kegembiraan yang sama.
O malam... bergeraklah perlahan. Agar keakraban dan kebahagiaan ini tak cepat pergi.
Bersambung...
Tak ada kata puas berenang di pesisir pantai Pulau Kelor. Pulau kecil yang indah dan bisa direnangi hanya satu kali putaran. Namun, pemandu kami sudah meminta semua peserta untuk kembali ke kapal dan melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo.
Kota Labuan Bajo tampak terlihat kecil dan jauh di sebelah barat Pulau Kelor. Jam menunjukkan pukul empat sore. Kami mengeringkan diri di anjungan sambil menikmati pemandangan. Kemudian kami diingatkan untuk segera merapikan barang karena perjalanan kami akan berakhir di Labuan Bajo. Kapal akan sandar satu malam di Pelabuhan Labuan Bajo. Dan besok siang akan kembali menuju Lombok dengan membawa penumpang yang berbeda. Jika berkenan, kami diijinkan untuk tidur di kapal malam ini. Namun saya dan teman-teman memutuskan untuk mencari hotel di dalam kota dan ingin menikmati wisata malam Kota Labuan Bajo.
[caption id="attachment_1157" align="aligncenter" width="960"] pemandangan Labuan Bajo dari dalam kapal, foto: traveltoday[/caption]
Setengah jam kemudian kapal kami melepas jangkar di pelabuhan. Pelabuhan ini tampak ramai. Banyak kapal turis dan kapal barang yang bersandar. Tampak satu kapal Pelni yang mengangkut penumpang antarpulau yang besar bersandar di bagian ujung kanan kami. Sebelum turun saya mengabadikan dermaga dan Kota Labuan Bajo. Tampak kota kecil yang indah di pesisir pantai yang seakan bersandar ke bukit di belakangnya. Rumah-rumah terlihat bertingkat. Makin ke belakang makin meninggi mengikuti bentuk bukit. Saya tak sabar untuk menjelajahinya.
Para penumpang turun satu per satu. Kami saling bersalaman dan berpelukan, mengucapkan salam perpisahan. Kami mengabadikan momen dengan berfoto bersama. Kemudian saling bertukar nomor handphone dan akun facebook agar tetap bisa berhubungan. Betapa perpisahan ini terasa berat. Namun masih ada satu malam lagi. Kami berjanji untuk bertemu dan menghabiskan malam ini di sebuah kafe yang sangat terkenal di sini, yaitu Paradise Cafe.
[caption id="attachment_1153" align="aligncenter" width="960"] Zahrudin Haris (tengah bawah) dan turis lainnya sedang ber-foto di Labuan Bajo, foto: traveltoday[/caption]
Saya dan teman-teman dari Jakarta sekarang telah menjadi satu grup. Awalnya bertiga, kini menjadi empat orang. Ditambah dua orang teman wanita peserta tur asal Amerika dan satu orang lagi wanita cantik yang traveling sendirian asal Perancis. Kami menyeberang jalan dan memilih jalur ke kanan dari dermaga dipandu oleh Bli Anto. Pemandu yang sudah menjadi sahabat akrab perjalanan kami.
Jalanan lumayan padat. Motor, angkot, dan kendaraan pribadi berseliweran di jalan raya yang tidak tampak rapi. Tidak ada trotoar buat pejalan kaki. Jadi kami harus lebih berhati-hati. Ternyata tidaklah mudah mencari hotel di kota kecil ini. Setelah berjalan cukup jauh, keluar masuk beberapa hotel dan ternyata semua hotel penuh. Karena masing-masing hotel hanya ada satu dan dua kamar, akhirnya teman asal Perancis mengambil satu kamar untuknya yang tersisa. Kemudian dua teman asal Amerika di hotel yang berbeda. Dan setelah berputar-putar mencari, kami mendapatkan dua kamar tersisa di Hotel Matahari.
Hotel kecil ini bertingkat tiga. Tampak tua namun masih terawat. Di lantai paling atas terdapat kafe Matahari dengan pemandangan laut dan dermaga Labuan Bajo. Setelah meletakkan barang. Saya dan teman-teman bersantai di kafe itu. Pesan teh dan kopi, mie rebus, dan duduk bersandar merebahkan diri sambil menikmati pemandangan yang sangat indah. Saya jadi teringat foto-foto seperti ini yang sering saya lihat di majalah travel yaitu Monaco. Hanya saja ini versi Labuan Bajo. Bedanya, di Monaco dipenuhi dengan gedung-gedung yang indah namun di sini pemandangan lautnya lebih memukau.
Sunset di Labuan Bajo adalah Juaranya
Saya sangat menyukai sunset. Melihat matahari yang perlahan turun di batas cakrawala dengan warna jingga itu sangat menyenangkan buat saya. Saya sudah mendatangi banyak tempat sekadar untuk menikmati terbenamnya matahari.
Saya sudah berkeliling ke banyak pantai demi sunset. Di Bali saya singgahi pantai-pantai seperti Tanah Lot, Kuta, Seminyak, Dream Land, Pandawa, Blue Point. Senggi dan Tiga Gili di Lombok. Pantai Tanjung Kelayang dan Pantai Tanjung Tinggi di Belitung. Juga sejumlah pantai di Pulau Jawa seperti Pantai Merah, Banyuwangi dan Krakal di Jogja.
[caption id="attachment_1154" align="aligncenter" width="960"] pemandangan sunset di Labuan Bajo, foto: traveltoday[/caption]
Dalam perjalanan saya menjelah Asia, saya menikmati pemandangan sunset yang indah di beberapa negara. Seperti Pantai Phuket, Phi Phi Island, dan Pattaya di Thailand. Pantai di Singapura, Malaysia dan Jepang. Juga pantai-pantai asli dan buatan di Dubai dan Abu Dhabi.
Pernah pula dalam perjalanan ke Australia saya menyempatkan diri bersantai dan menikmati sunset di kafe sepanjang Opera House Sidney, juga Pantai Cogee, dan Bondi. Dan yang paling jauh yang pernah saya sambangi adalah Pantai Copacabana dan Ipanema di Rio de Janeiro, Brazil.
Pemandangan sunset di tempat-tempat yang saya sebutkan tadi indah. Mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun sunset di Labuan Bajo sore ini menurut saya adalah juaranya. Keindahannya membuat saya sulit mengungkapkan dengan kata-kata.
Matahari berpendar memecah langit masuk ke awan-awan tipis layaknya kapas yang diberi cahaya. Warna merah, kuning, jingga dan violet berpadu dengan indah. Tidak hanya mewarnai langit tapi juga memancar dari kedalaman laut di ujung sana. Fantastis.
Pemandangan ini sungguh membuat kami terpana. Pandangan mata kami seakan tersihir untuk terus melihatnya. Dan bibir kami tanpa sadar terus mengucap betapa keindahan ini tak terperi. Saya memuji keagungan Illahi yang meciptakan semua ini.
Teman-teman saya tidak berhenti mengambil foto dan merekam peristiwa ini. Begitupun saya. Sebelum keindahan ini berlalu, saya segera mengambil beberapa foto juga merekamnya dengan ponsel yang saya miliki. Agar momen ini bisa saya nikmati berkali-kali.
Segarnya Ikan Bakar di Pasar Malam Pantai Labuan Bajo
Senja telah menghilang di ufuk cakrawala. Keindahan itu telah pergi berganti dengan cahaya lampu kota yang kini menghias malam. Kami kembali ke kamar untuk membersihkan diri. Bersiap makan malam bersama teman-teman peserta tur lainnya.
Kami menyusuri tepian jalan raya menuju Pasar Malam Labuan bajo yang sangat terkenal. Jarak antara hotel dan pasar malam ini sekitar lima ratus meter. Pasar malam memanjang di tepi pantai tidak jauh dari dermaga tempat kami turun tadi sore. Tenda-tenda penjual makanan memanjang hampir seratus meter. Kami berjalan dari awal ke ujung dulu untuk melihat, memilih tempat dan makanan yang kami suka. Di depan setiap warung tampak tersaji ikan-ikan segar berbagai jenis dan pilihan warna yang sangat menggugah selera.
[caption id="attachment_1155" align="aligncenter" width="960"] pilihan beragam ikan segar di Labuan Bajo, foto: traveltoday[/caption]
Kami memilih satu warung yang tidak terlalu ramai. Kemudian memilih beberapa ikan segar untuk dibakar dan disajikan dengan berbagai jenis sayuran, sambal, dan lalapan. Tak berapa lama, teman Amerika dan Perancis bergabung bersama kami. Mereka memesan menu yang sama. Teman-teman turis asing ini sangat mengagumi beragam ikan yang ada di depan warung. Sambil banyak bertanya, mereka mengambil beberapa foto dengan tatapan sangat senang dan bahagia. Betapa negeri kita ini sangat kaya.
Ikan bakar tersaji di depan mata. Setelah beberapa hari memakan sajian di kapal yang menunya tidak banyak berubah, tentu saja makanan ini menggiurkan. Ikan segar yang tadi sore masih berada di laut berpadu dengan sayuran hijau yang tadi pagi masih di ladang, serta sambal terasi yang memerah menantang mata kini terhidang di meja.... Ahhhh.... Sungguh nikmat rasanya.
Berkali-kali teman-teman mengucapkan pujian atas nikmatnya menu malam ini. Termasuk teman-teman turis asing yang ikut-ikutan mencocolkan ikan di atas sambal yang tersedia. Walaupun sedikit kepedasan namun mereka terus menyantapnya dan berulang kali memuji nikmatnya ikan dan sayuran yang tersaji malam ini.
Kami menghabiskan makanan dengan cepat. Kemudian bersantai sejenak. Melegakan perut yang terasa penuh agar bisa melanjutkan wisata malam ini.
Bergoyang di Paradise Cafe
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Kami membayar makanan yang terasa murah jika dibandingkan dengan makan di Jakarta. Kemudian kami berjalan kaki menuju kafe Paradise.
Kafe ini terletak agak keluar dari kota Labuan Bajo. Jaraknya dari pasar malam sebenarnya tidaklah terlalu jauh. Lebih kurang 500 sampai 700 meter. Namun karena terletak agak sedikit di atas bukit dan jalanan menuju ke sana menanjak membuat kami agak lelah. Namun kami dengan santai menjalaninya kendati tak ada lampu penerangan jalan. Tidak sampai lima belas menit kami tiba di lokasi. Setelah masing-masing membayar sebesar lima puluh ribu rupiah, kami mendapatkan satu botol minuman.
[caption id="attachment_1156" align="aligncenter" width="960"] Zahrudin Haris (kiri) dan turis lainnya sedang menikmati musik di Paradise cafe & bar, foto: traveltoday[/caption]
Begitu tiba di dalam, semua teman peserta tur sudah berkumpul. Tempat ini cukup besar untuk ukuran Labuan Bajo. Pengunjung yang datang sudah lumayan ramai. Terdapat satu panggung yang diisi oleh penampilan band reggae yang membuat kami ingin bergoyang. Di bagian belakang tampak terbuka dengan pemandangan langsung ke lautan Taman Nasional Komodo.
Kami memesan minum dan bersulang. Awalnya kami hanya duduk saling bercerita menyaksikan band yang tampil dengan lagu-lagu reggae yang sangat terkenal. Kemudian satu demi satu mulai turun ke lantai disko, bergoyang mengikuti irama lagu. Dan akhirnya semua turun berjoget.
Lampu berkelap-kelip di dalam kafe. Suara vokalis yang merdu berbaur dengan irama musik yang asyik menemani goyangan kami. Kami berjoget berpasang-pasangan, kemudian menyatu, terus bergabung dengan pengunjung-pengunjung lainnya. Saling berkenalan dan bertukar minuman. Semua menyatu dalam tawa dan canda serta kegembiraan yang sama.
O malam... bergeraklah perlahan. Agar keakraban dan kebahagiaan ini tak cepat pergi.
Bersambung...
Comments
Post a Comment